Jakarta, ruangenergi.com- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyampaikan bahwa Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) merupakan RUU inisiatif DPR RI yang menjadi prioritas pembahasan dalam
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022 tanggal 7 Desember 2021 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2022 dan Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Perubahan Ketiga Tahun 2020-2024.
RUU EBET telah disampaikan oleh DPR RI kepada Pemerintah melalui surat Pimpinan DPR RI Nomor B/11414/LG.01.01/6/2022 tanggal 14 Juni 2022 hal Penyampaian RUU Usul DPR RI yang diterima oleh Pemerintah pada tanggal 29 Juni 2022.
Selanjutnya, Presiden melalui surat Presiden kepada Pimpinan DPR Nomor R-37/Pres/08/2022 tanggal 25 Agustus 2022 hal Penunjukan wakil Pemerintah untuk membahas RUU EBET, menugaskan Menteri ESDM bersama dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Menteri Keuangan; Menteri Badan Usaha Milik Negara; Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi; dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk bersama-sama mewakili Presiden dalam pembahasan RUU tersebut di DPR RI.
Wakil Pemerintah telah menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU EBET dengan melibatkan Kementerian/Lembaga lainnya serta asosiasi terkait energi baru dan energi terbarukan.
“Pemerintah sangat menghargai inisiasi DPR RI khususnya Komisi VII yang secara terus menerus mendorong pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan di tanah air. Rancangan Undang-Undang ini merupakan upaya untuk melengkapi dan menyempurnakan regulasi di bidang energi baru dan energi terbarukan, serta memberikan
landasan pengaturan yang lebih strategis untuk transisi energi dan peta jalan menuju ekonomi hijau,” kata Arifin Tasrif saat membacakan pandangan pemerintah terhadap RUU EBET di Komisi VII DPR RI saat Rapat Kerja dengan Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Menteri LHK, Mendikbud Ristek, Menteri BUMN, Menteri Hukum dan HAM, Pimpinan Komite II DPD, acara Pengantar Musyawarah RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET), Selasa, 29 November 2022.
Tasrif menuturkan,RUU EBET diharapkan dapat mempercepat upaya pencapaian target
bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025, pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 32% pada tahun 2030, dan juga pencapaian Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Dengan potensi EBT nasional yang besar, beragam dan tersebar, pemanfaatan EBT diyakini akan meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi, penurunan emisi GRK dan secara
bersamaan menumbuhkan industri hijau nasional. Berdasarkan kajian IRENA (2017), pada tahun 2050 energi terbarukan dapat berkontribusi sebesar 44% terhadap total upaya
penurunan gas rumah kaca dari reference case 45 Gt CO2/tahun
menjadi 13 Gt CO2/tahun sesuai dengan skenario REmap.Teknologi EBT sudah berkembang cepat, keekonomiannya semakin baik dan kompetitif. Sebagai contoh, PLTS yang pada tahun 2010 membutuhkan biaya sebesar 4.800 USD/kW, saat ini sudah berada
di kisaran 500 – 800 USD/kW tergantung dari kapasitas (sudah turun lebih dari 90%),”urai Tasrif saat membacakan isi tanggapan pemerintah atas RUU EBET.
Meskipun tidak sedrastis pada PLTS, lanjut Tasrif, penurunan biaya pada PLTB juga terjadi cukup signifikan, sebesar 60% – 68%.
“Di saat yang sama, kita melihat bahwa harga energi yang berbasis fosil berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan semakin tinggi. Sudah saatnya, kita memberikan tempat yang lebih besar pada pemanfaatan EBT yang tersedia melimpah di Indonesia. Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan di internal Pemerintah, telah disusun DIM RUU EBET yang terdiri dari 574 Nomor DIM dengan rincian 52 pasal diubah, 10 pasal tetap, dan
11 pasal baru,” jelas Tasrif.
Dihadapan DPD dan DPR RI, Tasrif memaparkan pokok-pokok substansi DIM RUU EBET
adalah sebagai berikut:
1. TRANSISI ENERGI DAN PETA JALAN
Pemerintah menyepakati pengaturan terkait Transisi Energi dan Peta Jalan, namun dengan penyesuaian urutan substansi dimulai dari target bauran energi yang mengacu pada Kebijakan Energi Nasional; peta jalan transisi energi baik dalam jangka menengah dan jangka Panjang; serta implementasi dari transisi energi itu sendiri. Selain itu
diusulkan penambahan substansi terkait transisi energi dan peta jalan untuk bahan bakar non pembangkit. Sedangkan untuk substansi DMO batubara pada Bab Transisi Energi dan Peta Jalan diusulkan untuk dihapus dengan pertimbangan sudah diatur detail pada regulasi subsektor Minerba.
2. SUMBER EBET
Pemerintah menyepakati definisi terkait energi, energi terbarukan, sumber energi, sumber energi terbarukan dan sumber energi tak terbarukan. Namun, untuk definisi energi baru dan sumber energi baru, pemerintah mengusulkan perubahan dengan mempertimbangkan kriteria mengikuti standar internasional emisi rendah karbon.
3. NUKLIR
Pemerintah menyetujui pembentukan Majelis Tenaga Nuklir (MTN) dan selanjutnya mengusulkan kewenangan MTN yaitu terkait pengkajian kebijakan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta penyusunan rekomendasi kebijakan. Selain itu, Pemerintah
mengusulkan pelaksana PLTN adalah badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang ketenaganukliran untuk listrik.
Pemerintah menyetujui substansi terkait persetujuan pembangunan PLTN oleh DPR dan mengusulkan persetujuan dimaksud berlaku untuk PLTN dengan teknologi sebelum generasi ketiga. Untuk Pertambangan galian nuklir, pemerintah mengusulkan tidak diatur
dalam RUU EBET karena sudah diatur secara detail dalam UndangUndang Minerba.
4. PERIZINAN BERUSAHA
Pemerintah mengusulkan adanya perizinan berusaha EBET termasuk nuklir berbasis risiko sebagai legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk menjalankan usaha EBET. Sehingga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, peningkatkan investasi, peningkatan TKDN, percepatan EBET, dan sebagai payung hukum dalam pembinaan dan pengawasan kegiatan pengusahaan EBET.
5. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pemerintah sependapat dengan ketentuan mengenai penelitian dan pengembangan. Selanjutnya Pemerintah mengusulkan penambahan substansi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, antara lain penambahan rincian kegiatan riset dan inovasi khususnya terkait
pengembangan teknologi smartgrid dan smart charging, teknologi EBET, pengembangan potensi sumber daya EBET, dan peningkatan efisiensi teknologi penyediaan dan pemanfaatan energi.
6. HARGA EBET
Pada prinsipnya Pemerintah setuju dengan mekanisme pengaturan harga EBET. Selanjutnya Pemerintah mengusulkan perubahan terminologi “harga” menjadi “harga jual” untuk membedakan dengan istilah “tarif”. Untuk memitigasi ketidakpastian dari pelaksanaan
negosiasi, Pemerintah mengusulkan perubahan Pasal 53 ayat (2) dan Pasal 54 ayat (2), serta penambahan ayat baru dalam Pasal 53 ayat (2a) untuk harga Energi Baru dan Pasal 54 ayat (2a) yang mengatur bahwa penetapan harga jual Energi Baru berdasarkan
penugasan Pemerintah Pusat mengacu pada harga keekonomian yang spesifik pada lokasi dan kapasitas yang akan dikembangkan sesuai dengan prosedur pengadaan yang berlaku. Terkait dengan kompensasi, Pemerintah mengusulkan penyesuaian pengaturan
kompensasi sesuai dengan narasi yang disepakati oleh Kementerian terkait dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022, yaitu dalam hal terdapat peningkatan BPP PLN karena penugasan pembelian listrik dari EBET, maka PLN akan mendapatkan kompensasi atas biaya yang telah dikeluarkan dan pembayaran dilaksanakan sesuai kemampuan keuangan negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun terkait ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan harga energi baru maupun energi
terbarukan, Pemerintah mengusulkan agar pengaturannya tidak spesifik namun dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
7. INSENTIF
Pemerintah sependapat diperlukan insentif atau dukungan fasilitas terhadap pengembangan dan pengusahaan EBET, dan selanjutnya Pemerintah mengusulkan istilah kalimat “Insentif” diubah menjadi “Dukungan Pemerintah” sehingga dapat memberikan dukungan lain selain insentif. Pemberian dukungan pemerintah mengacu kepada
ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dapat berupa penyediaan tanah dan infrastruktur dalam rangka mempercepat transisi pembangkit Energi Tak Terbarukan menjadi pembangkit EBET atau pendanaan murah berupa pembiayaan kepada BUMN
dan Badan Usaha; dan/atau penjaminan kepada BUMN.
8. DANA EBET
Pemerintah mengusulkan sumber dan peruntukan dana EBET diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah dengan mempertimbangkan fleksibilitas sumber dan peruntukan dana EBET. Selanjutnya, pengelolaan dana EBET dilaksanakan oleh Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan.
9. TKDN
Pemerintah sangat mendukung pengutamaan produk dan potensi dalam negeri dalam pengembangan EBET. Selanjutnya, Pemerintah mengusulkan bahwa pengutamaan produk dan potensi dalam negeri perlu mempertimbangkan 3 hal, yaitu:
1) ketersediaan atau kemampuan produk dan potensi dalam negeri;
2) harga EBET yang tetap kompetitif; dan
3) pemberian fleksibilitas sesuai sumber pendanaan EBET.
Pemerintah juga mengusulkan adanya pengaturan bahwa dalam hal Badan Usaha masih melakukan impor teknologi dapat melakukan kerja sama dengan pihak terkait di dalam negeri dan/atau luar negeri untuk melakukan audit teknologi dan alih teknologi secara bertahap menuju kemandirian yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Hal ini diperlukan untuk mendorong dan memperkuat
pengembangan industri EBET dalam negeri.
10. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pemerintah setuju dengan pengaturan terkait Pembinaan Pengawasan dalam penyelenggaraan EBET dilakukan oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Wali Kota sesuai dengan kewenangannya. Pemerintah mengusulkan adanya kewajiban pelaporan kepada
Menteri atas pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota agar terjalin koordinasi antar Pemerintah. Khusus untuk keselamatan dan kesehatan kerja, Pemerintah mengusulkan adanya tambahan pengaturan terkait pengawasan terhadap dampak lingkungan, penerapan kaidah keteknikan yang
baik dan benar, serta fungsi pengawasan dilakukan oleh Inspektur yang menangani EBET.
11. PARTISIPASI MASYARAKAT
Pemerintah sependapat dengan pengaturan partisipasi masyarakat dalam pengembangan EBET. Selanjutnya Pemerintah mengusulkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan EBET didasarkan pada peran serta dan juga hak masyarakat. Hak masyarakat dalam penyelenggaraan EBET perlu diatur terkait dengan akses informasi, manfaat yang diperoleh, ganti rugi yang layak dan juga hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan apabila
ada kerugian. Substansi pengaturan ini mengadopsi pengaturan yang
ada di dalam Undang-Undang tentang Panas Bumi.
12. PEMBAGIAN KEWENANGAN
Pemerintah sependapat dengan ruang lingkup pembagian kewenangan yang telah diatur dalam RUU EBET, seperti perizinan berusaha; penyediaan dan pemanfaatan EBET; penelitian dan pengembangan; insentif; pengusahaan dana EBET; serta pembinaan
dan pengawasan. Selanjutnya, Pemerintah mengusulkan tambahan rincian mengenai pembagian kewenangan dimaksud khususnya terkait perizinan berusaha serta pembinaan dan pengawasan sebagai jembatan untuk perincian yang lebih detail dalam Peraturan
Pemerintah.
13. KEWAJIBAN PENYEDIAAN ENERGI BARU DAN ENERGI TERBARUKAN
Dalam rangka penyediaan energi baru dan energi terbarukan serta upaya penguatan dan memastikan terpenuhinya kebutuhan energi terbarukan, Pemerintah mengusulkan untuk ditambahkan dalam RUU EBET mengenai ketentuan kewajiban PT PLN (Persero) dan
pemegang wilus lainnya untuk melaksanakan RUPTL Hijau
14. KONSERVASI ENERGI
Pemerintah mengusulkan agar pengaturan konservasi energi dapat dimasukkan dalam RUU EBET dan pengaturan lebih lanjut terkait konservasi energi diatur dalam turunan RUU EBET dengan pertimbangan untuk mendukung transisi energi menuju energi yang berkelanjutan. Selain pembangunan energi terbarukan, konservasi energi memiliki peran signifikan terutama dalam mengurangi penggunaan energi fosil di sektor pengguna energi antara lain sektor industri, transportasi, rumah tangga dan bangunan gedung komersial.